Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pelajar, Perjuangan dan Budaya

Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pelajar, Perjuangan dan Budaya

Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pelajar, Perjuangan dan Budaya

Contents

Sejarah Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pelajar, Perjuangan dan Budaya – Kota Yogyakarta atau lebih sering disebut Jogja, mendapat berbagai macam julukan seperti Kota Pelajar, Kota Gudeg, Kota Perjuangan, Kota Pariwisata, maupun Kota Budaya.

Peran Kota Yogyakarta untuk Indonesia memang sangat besar terutama pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, maka tidaklah berlebihan jika pemerintah pusat memberi status khusus sebagai Daerah Istimewa.

Kota Pelajar

Awal tahun 1946 hingga akhir tahun 1949, selama lebih kurang 4 tahun, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia. Pada masa itu para pemimpin bangsa Indonesia berkumpul di kota perjuangan ini. Seperti layaknya sebuah ibukota suatu negara, Yogyakarta pun memikat kedatangan kaum remaja dari seluruh penjuru tanah air.

Mereka ingin dapat berpartisipasi dalam pembangunan negara yang baru saja merdeka ini. Untuk dapat membangun suatu negara yang baik diperlukan tenaga-tenaga ahli, terdidik, dan terlatih, oleh karenanya, Pemerintah RI kemudian mendirikan Universitas Gadjah Mada, universitas negeri pertama yang lahir di jaman kemerdekaan.

Selanjutnya diikuti pula dengan pendirian akademi di bidang kesenian (Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia, yang sekarang bernama Institut Seni Indonesia), serta sekolah tinggi di bidang agama Islam (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, yang sempat berubah nama menjadi IAIN Sunan Kalijaga dan sekarang bernama Univeritas Islam Negeri).

Selanjutnya, berbagai jenis lembaga pendidikan negeri maupun swasta bermunculan di Yogyakarta, sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di kota ini. Hal ini telah menjadikan Yogyakarta tumbuh sebagai kota pelajar dan pusat pendidikan.

Saat ini lebih dari 100 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, ada di Kota Yogyakarta. Universitas Atma Jaya Yogyakarta merupakan salah satu universitas swasta terbesar di Kota Yogyakarta. Selain termasuk dalam “50 Promising Indonesian Universities” atau lima puluh perguruan tinggi yang paling menjanjikan di Indonesia versi Direktorat Pendidikan Tinggi, universitas ini juga merupakan salah satu dari 6 (enam) perguruan tinggi di Indonesai yang terbaik dalam implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal versi Direktorat Pendidikan Tinggi.

Sarana mobilitas paling populer di kalangan para pelajar dan mahasiswa, di samping sarana transportasi umum yang banyak terdapat di Yogyakarta, umumnya mereka menggunakan sepeda atau sepeda motor. Alat transportasi ini banyak dipergunakan pula oleh para karyawan, pegawai, pedagang dan masyarakat luas. Pagi hingga malam hari, sepeda dan sepeda bermotor selalu nampak hilir mudik di sepanjang jalan, dan menjadikan Yogyakarta dikenal sebagai kota sepeda.

Kota Perjuangan

Pada awal Agustus 1945 Jepang menyerah kepada bala tentara Sekutu dan berakhirlah Perang Asia Timur Raya yang merupakan bagian dari Perang Dunia II. Selang beberapa hari, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Setelah kemerdekaan Indonesia mendaratlah bala tentara Sekutu untuk melakukan aksi polisionil, yang sebenarnya merupakan aksi militer, karena pemerintah Belanda ingin tetap menguasai Indonesia dengan turut membonceng misi itu.

Semakin hari, Belanda semakin mendesak tentara Indonesia, hingga pada akhirnya pada tahun 1946 setelah situasi sedemikian gawat, Pemerintah Indonesia yang baru saja terbentuk itu dialihkan secara diam-diam dari Jakarta ke Yogyakarta.

Akhir tahun 1948, serangan Belanda akhirnya sampai di Yogyakarta dan berhasil menangkap pembesar-pembesar Republik Indonesia serta mengasingkannya ke daerah Prapat, Sumatera Utara dan ke pulau Bangka. Hal ini tidak berarti berakhirnya Negara Republik Indonesia. Laskar Indonesia, yang didukung oleh rakyat tetap mengadakan perlawanan secara gerilya di bawah komando Jenderal Sudirman.

Februari 1949, di daerah Bibis, 6 km sebelah selatan Kota Yogyakarta, Tentara Republik Indonesia merencanakan serangan ke pertahanan bala tentara Belanda di Yogyakarta. Serangan itu dilaksanakan saat fajar pada tanggal 1 Maret 1949 dan oleh karenanya dikenal sebagai Serangan Fajar atau Serangan Oemoem 1 Maret. Dalam serangan ini, tentara Republik Indonesia berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama kurang lebih 6 jam, dan dikenal dengan istilah 6 jam di Jogja.

Serangan Umum 1 Maret membuktikan pada dunia internasional, bahwa walaupun Belanda berhasil menduduki tanah air Indonesia, namun Pemerintah Republik yang berdaulat keadaan masih tetap ada, dan tinggal mencari dukungan pengakuan dari dunia internasional.

Sesuai dengan apa yang telah direncanakan, Serangan Umum 1 Maret ini telah melapangkan jalan dalam perundingan Roem-Roijen yang antara lain memutuskan penarikan kembali bala tentara Belanda dari wilayah RI, pengembalian Pemerintah RI ke Kota Yogyakarta dan merencanakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda, yang menghasilkan pengakuan kedaulatan RI atas wilayahnya oleh Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, merupakan puncak dari perjuangan melawan penjajah Belanda yang telah berhasil dengan gemilang, tetapi sejarahpun telah mencatat bahwa dalam abad-abad sebelumnya Yogyakarta tidak pernah ketinggalan dalam usaha mengenyahkan penjajah Belanda dari Bumi Nusantara, diantaranya yang terkenal adalah perjuangan Sultan Agung, pada tahun 1628 dan 1629, serta perang Diponegoro yang terjadi antara tahun 1825 hingga 1830. Semua perjuangan melawan penjajah Belanda ini telah menjadikan Yogyakarta terkenal sebagai kota perjuangan.

Kota Budaya

Pada hakekatnya, seni budaya yang asli dan indah, selalu terdapat di dalam lingkungan istana raja dan di daerah-daerah sekitarnya. Sebagai bekas suatu kerajaan besar, maka Yogyakarta memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat serta sumber seni budaya Jawa.

Peninggalan seni-budaya ini masih dapat disaksikan terpahat di monumen-monumen peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana, dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Sebagian lain tersimpan di museum-museum budaya. Disamping itu kehidupan seni budaya di Yogyakarta tampak dalam kehidupan sehari-hari.

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments